Otosia.com Indonesia, sebuah negara dengan kekayaan alam yang melimpah, masih memiliki sejumlah jalan raya yang dikelilingi oleh hutan lebat, bahkan jika jalan tersebut adalah bagian dari jalur utama yang menghubungkan kota-kota penting. Bukan hanya sebagai jalan biasa, beberapa di antaranya juga menyimpan cerita mistis yang melegenda.
Salah satunya adalah jalur pantura yang terkenal di kalangan masyarakat sebagai jalur yang kerap dikaitkan dengan cerita mistis. Sebagian orang percaya bahwa malam di jalur ini menjadi momen yang paling 'hidup', dengan munculnya berbagai entitas gaib yang tak terlihat oleh mata manusia biasa. Kisah-kisah mistis yang terus berkembang ini membuat perjalanan di jalur pantura menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Selain itu, jalur hutan Blora juga kerap menjadi bahan pembicaraan di media sosial. Keangkerannya yang tak kalah menyeramkan dari jalur pantura membuatnya sering menjadi tujuan bagi para pencari petualangan atau bahkan peneliti paranormal. Suara-suara aneh dan penampakan yang sulit dijelaskan sering menjadi cerita yang tersebar di kalangan mereka yang pernah menjelajah jalur ini.
Advertisement
Namun, yang tak kalah menjadi perbincangan hangat adalah jalur Alas Roban. Jalur ini mungkin sudah tidak asing lagi bagi para pengendara yang sering melintasi pulau Jawa. Selain pemandangan alam yang memukau, Alas Roban juga memiliki rasa tersendiri. Namun, beberapa orang percaya bahwa malam hari di jalur ini juga menyimpan misteri yang belum terpecahkan. Terdengar cerita tentang suara-suara aneh yang mengisi malam di sepanjang jalan ini, yang membuat beberapa orang merasa 'dihantui' oleh keberadaan entitas gaib.
Tempat Pembuangan Mayat
Jalur Alas Roban, yang kini menjadi salah satu perbincangan paling menarik di kalangan pengendara di Jawa Tengah, ternyata menyimpan sejarah yang gelap. Dulunya, wilayah ini adalah hutan jati yang dikenal sebagai tempat pembuangan mayat korban penembakan misterius pada era 1980-an, yang dikenal dengan sebutan Petrus. Latar belakang yang kelam ini mungkin sebagian besar menyumbang pada kesan 'angker' yang melekat pada jalur ini.
Tidaklah mengherankan jika Alas Roban cukup menguji nyali siapapun yang berani melintasinya. Cerita tentang tindak kejahatan yang kerap terjadi di jalur ini hanya menambah aura misterius yang menyelimuti kawasan tersebut. Pengalaman melintasi jalur ini terasa semakin menantang dengan jalan berkelok-kelok yang memintas hutan-hutan lebat.
Namun, apa yang membuat jalur ini benar-benar dikenal adalah serangkaian kecelakaan tragis yang sering terjadi. Kabar-kabar mengenai kecelakaan memilukan di jalur Alas Roban sering kali menghiasi berita lokal. Beberapa orang bahkan mengaitkan kecelakaan yang terjadi dengan hal-hal gaib yang ada di jalur tersebut. Kisah-kisah horor tentang penampakan misterius dan aktivitas paranormal di sepanjang jalur ini semakin menegaskan reputasi mistis Alas Roban.
Sebagai pengendara atau pelancong yang melintasi jalur ini, kehati-hatian dan kewaspadaan sangatlah penting. Jalur Alas Roban mungkin bukan hanya tantangan fisik, tetapi juga ujian keberanian dalam menghadapi cerita-cerita misterius yang mengitari setiap tikungan.
Advertisement
Tak Ada Kendaraan Lain
Pengguna Twitter dengan akun @bukanhazard pernah membagikan kisah mistis yang dialami oleh sebuah keluarga pada tahun 2001-2005 di jalur Alas Roban. Kisah ini menghadirkan aura ketegangan yang sulit dijelaskan.
Ketika itu, sebuah keluarga berencana untuk melakukan perjalanan mudik ke Jakarta melalui jalur Alas Roban. Dengan niatan untuk menghindari kemacetan dan perjalanan yang lebih santai, mereka memulai perjalanan pada sore hari, sekitar pukul 16.00 WIB. Awalnya, mereka tidak merasakan firasat apa pun yang mengganggu ketika memulai perjalanan mereka.
Namun, sekitar pukul 21.30 WIB, ketika mereka memasuki area Alas Roban, suasana mulai berubah drastis. Jalanan yang semula lurus menjadi berliku dan gelap. Suasana yang mencekam mulai menyelimuti mereka. Si bapak yang mengemudikan mobil merasa perlu mengurangi kecepatan kendaraan mereka karena kondisi jalan yang semakin menantang, dengan tikungan yang tajam dan tanjakan yang terjal.
Situasi semakin menegangkan karena sisi kanan dan kiri jalan dipenuhi oleh jurang. Ketegangan ini tidak hanya berasal dari kondisi jalan yang sulit, tetapi juga dari perasaan aneh yang mereka rasakan sejak awal memasuki jalur ini. Mereka merasa bahwa mereka tidak pernah berpapasan dengan kendaraan lain di jalur tersebut, padahal ini adalah jalur utama menuju Kota Tegal yang seharusnya ramai oleh kendaraan.
Mobil Menabrak
Tapi tiba-tiba di tengah perjalanan, mobil yang mereka tumpangi menabrak sesuatu. Si Bapak dan kakak turun untuk melihat kondisi, tak lupa membawa senter. Sedangkan si Ibu dan kedua adik tetap di dalam mobil.
Anehnya, tak ada apapun yang ditabrak. Bekas berupa lecet ataupun lumpur yang menempel pun tak terlihat di sepanjang bodi mobil. Pemeriksaan kondisi mobil itu pun dilakukan berulang kali. Tapi hasilnya masih sama.
Heran pasti, tapi perjalanan lantas dilanjutkan. Sekitar tengah malam, hujan mulai turun. Meski rintik-rintik tapi cukup mengganggu pandangan pengendara. Maka, si Bapak terus membunyikan klakson setiap akan memasuki tikungan tajam.
Tak lama, dari kejauhan terlihat ada cahaya neon. Merasa bersyukut, karena merasa sudah melihat pemukiman. Tapi rupanya itu hanya sebuah warung makan pecele lele kecil yang berada di sudut tikungan di bawah pohon.
Advertisement
Warung Pecel Lele
Keluarga itu memutuskan singgah sebentar. Di pasak penanda jalan yang tak sengaja menyandung kaki si Kakak, tertera keterangan Kilometer 15.
"Kok jam segini masih buka, pak? Bapak jualannya sendirian?" si kakak iseng bertanya saat memesan makanan dan minuman panas.
"Iya mas, ini sudah mau tutup kok, eh masnya dateng, saya jualan sama istri saya. itu istri saya, mas," jawab si pedagang.
Keberadaan istri yang ditunjuk itu mengherankan si bapak dan kakak. Pasalnya, si istri itu berdiri di pintu, sedangkan saat mereka masuk tak ada yang menyadari keberadaan si istri. Tapi hal itu tak terlalu dipikirkan.
Setelah kenyang menyantap makanan yang rasanya cocok di lidah mereka, keluarga itu melanjutkan perjalanan lagi. Tapi saat masuk mobil, untuk kedua kalinya si kakak tersandung pasak penanda Kilometer 15.
Kondisi area Alas Roban masih hujan rintik-rintik tapi tak menghalangi mereka melanjutkan perjalanan. Kali ini lancar, karena tak lama mereka keluar dari jalur Alas Roban dan menuju Tegal.
Kilometer 15
Tapi perjalanan yang "lancar" itu terjawab saat keluarga tersebut kembali ke rumah mereka melalui jalur yang sama. Kali ini, mereka memilih berangkat dari Jakarta pagi hari.
Siang hari sekitar pukul 13.00 WIB mobil keluarga tersebut memasuki jalur Alas Roban. Rasa lezat warung pecel lele itu belum terlupakan, hingga mereka ingin singgah kembali. Tapi sayangya warung tersebut buka sore menjelang malam.
Si adik pun ingin buang air kecil. Karena jalur tersebut adalah hutan, maka si bapak menepikan mobil dan menyuruh adik buang air kecil mepet mobil.
Sembari menunggu adik menyelesaikan hajatnya, menikmati pemandangan Alas Roban adalah pilihan. Tak sengaja, kakak melihat pasak penanda kilometer 15. Iya, pasak itu adalah pasak yang sama yang saat perjalanan menuju Jakarta membautnya tersandung.Â
Sudah pasti kaget. Posisi pasak itu rupanya persis di tepi jurang. Mereka masih ingat posisi warung pecel lele yang mereka singgahi itu berada sekira tiga meter di belakang pasak.
Merasa aneh, kakak memanggil ibu dan bapak, lalu menunjukkan pasak dan lokasi warung. Setelah diamati, tikungan tempat mereka berhenti siang itu adalah tempat yang sama dengan malam mereka makan ayam goreng di warung pecel lele.
Begitu pula dengan pohon besar di tepi dalan, dan tentu pasak bertuliskan kilometer 15. Satu meter di belakang pasak itu adalah jurang yang sangat dalam.
Hal itu membuat mereka sadar bahwa saat malam itu, mereka makan di pinggir jalan tepat melayang di atas jurang. Tak ada hal yang bisa menjelaskan apa yang keluarga tersebut alami, selain pemikiran mereka bahwa warung pecel lele itu adalah warung gaib.
Advertisement