Sukses

Tren Banting Harga Mobil Listrik China di Indonesia: Konsumen Untung, Industri Terguncang?

Tren banting harga mobil listrik China di Indonesia kian masif, menawarkan kendaraan canggih dengan harga terjangkau.

Diterbitkan 06 November 2025, 13:28 WIB
Share
Copy Link
Batalkan

Liputan6.com, Jakarta Industri otomotif global sedang menghadapi fenomena "perang harga" mobil listrik (EV) yang dipicu oleh pabrikan asal China. Tren agresif ini, yang awalnya terjadi di pasar domestik China, kini mulai merambah dan menciptakan dinamika baru di pasar Indonesia. Dengan strategi banting harga yang masif, merek-merek EV China berupaya mendominasi pasar, menawarkan kendaraan canggih dengan harga yang semakin terjangkau.

Perang harga ini telah memicu gelombang diskon besar-besaran, membuat konsumen semakin mudah mengakses kendaraan ramah lingkungan. Namun, di balik keuntungan bagi konsumen, muncul pertanyaan tentang keberlanjutan model bisnis ini dan dampaknya terhadap ekosistem otomotif secara keseluruhan. Pemerintah China sendiri telah memperingatkan dampak negatif dari persaingan harga yang berlebihan ini.

Fenomena ini tidak hanya mengubah lanskap persaingan di pasar, tetapi juga memicu kekhawatiran di kalangan produsen mobil non-China dan bahkan di antara konsumen yang telah membeli lebih awal. Dinamika harga yang fluktuatif ini menuntut adaptasi cepat dari semua pihak yang terlibat dalam industri otomotif di Indonesia.

2 dari 4 halaman

Gelombang Diskon EV China: Dari Kandang Sendiri hingga Pasar Global

Perang harga mobil listrik di China telah mencapai tingkat yang brutal, dipimpin oleh raksasa seperti BYD. BYD memangkas harga hatchback Seagull hingga lebih dari 22 persen, menjadikannya dibanderol sekitar USD 7.765 atau setara Rp 126 jutaan. Langkah ini diikuti oleh pabrikan besar China lainnya seperti Leap Motor dan Geely Automobile Holdings, dengan beberapa diskon mencapai 34 persen.

Fenomena ini menarik perhatian pemerintah China, yang mendesak industri EV untuk menghentikan praktik tersebut dan mengatasi kelebihan produksi. Presiden Xi Jinping secara terbuka mengkritik tren 'involusi' ini, yaitu persaingan berlebihan yang menggerus keuntungan dan memicu pemborosan sumber daya. Asosiasi Produsen Otomotif China (CAAM) juga memperingatkan bahwa perang harga yang tidak teratur mengintensifkan persaingan yang kejam.

Dampak dari persaingan sengit ini terlihat dari laba BYD yang anjlok 33 persen dan kapitalisasi pasarnya yang merosot sekitar $22 miliar. Di China, rata-rata diskon kendaraan listrik meningkat tajam dari 8 persen pada tahun 2024 menjadi hampir 17 persen pada April 2025. Bahkan, muncul fenomena penjualan mobil bekas dengan odometer nol yang dijual 30 persen lebih rendah dari harga unit baru, menunjukkan tekanan harga yang ekstrem.

3 dari 4 halaman

Indonesia dalam Pusaran Perang Harga EV China

Indonesia kini menjadi salah satu medan pertempuran baru bagi pabrikan EV China. Merek-merek ini memasuki pasar dengan strategi harga yang sangat kompetitif, seringkali jauh di bawah ekspektasi. Contoh terbaru adalah Jaecoo J5 EV yang diluncurkan dengan harga mulai Rp 249,9 juta, jauh lebih rendah dari perkiraan awal pre-booking yang mencapai Rp 350 juta hingga Rp 450 juta.

BYD juga meluncurkan model terbarunya, BYD Atto 1, dengan harga Rp 199 juta. Pabrikan lain seperti Chery Omoda E5 menurunkan harga jualnya menjadi Rp 399 juta dari harga peluncuran Rp 498 juta, dan Wuling Air EV Long Range menjadi Rp 195 juta dari Rp 295 juta. Wuling Binguo EV juga mengalami penurunan harga, dengan harga di GIIAS 2025 sekitar Rp 190 jutaan, padahal saat rilis awal di kisaran Rp 300 jutaan.

Strategi harga agresif ini didukung oleh insentif pemerintah Indonesia, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1 persen dan pembebasan bea masuk serta Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk impor CBU (Completely Built Up). Namun, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mewanti-wanti bahwa insentif untuk mobil CBU tidak membantu industri lokal dan mendesak produsen untuk segera memproduksi mobil di Indonesia.

4 dari 4 halaman

Dampak dan Prospek: Siapa Untung, Siapa Buntung?

Bagi konsumen di Indonesia, tren banting harga mobil listrik China ini memberikan keuntungan berupa pilihan kendaraan yang lebih terjangkau, mempercepat adopsi kendaraan ramah lingkungan. Namun, konsumen yang membeli mobil listrik China lebih awal seringkali merasa kecewa karena harga jual kembali yang cepat anjlok dan munculnya model baru dengan fitur lebih lengkap serta harga lebih murah dalam waktu singkat. Pedagang mobil bekas pun mengakui bahwa mereka harus menjual mobil listrik China dengan cepat karena takut harga barunya akan terus turun.

Merek-merek non-China menghadapi persaingan yang semakin ketat. Astra International mengakui dominasi produk China tetapi tetap fokus pada penyediaan produk dan layanan yang sesuai kebutuhan pasar. Honda, di sisi lain, lebih fokus pada pasar hybrid namun berencana untuk menyamai atau melampaui strategi China di masa depan. Kompetisi yang semakin intens ini membunuh margin keuntungan dan secara langsung mengancam kelangsungan hidup para pemain yang lebih kecil.

EnamPlus